I.
Latar Belakang
Upah merupakan
satu topik yang akan selalu hangat dan menarik untuk dibicarakan dalam berbagai
kesempatan, tempat, dan waktu. Masing-masing pihak yang terkait dengannya akan
melihatnya dalam sudut pandang kepentingan yang berbeda-beda. Pekerja/buruh
melihat upah sebagai sumber peghasilan
guna memenuhi kebutuhan diri dan keluarganya. Secara psikologis upah
juga dapat menciptakan kepuasan bagi pekerja/buruh yang membawa dampak pada
ketenangan bekerja. Lain lagi bagi pengusaha yang melihat upah sebagai biaya
produksi yang harus ditekan dan dioptimalkan penggunaannya. Sedang pemerintah
memiliki kepentingan sebagai penyeimbang dalam setiap perundingan upah,
melihatnya sebagai faktor yang dapat menjamin terpenuhinya kehidupan yang layak
bagi pekerja/buruh dan keluarganya, meningkatkan produktivitas pekerje/buruh,
dan meningkatkan daya beli masyarakat yang akan memacu jalannya roda perekonomi
daerah tersebut pada khususnya dan pada tingkat nasional pada umumnya.
Tarik ulur
kepentingan antar pihak-pihak di atas akhirnya tidak dapat dihindarkan,
manakala masing-masing pihak tidak mencoba memahami kepentingan pihak lainnya.
Peran pemerintah sebagai stabilisator dan dinamisator dalam masalah ini, terus
berupaya menciptakan iklim yang kondusif dalam perundingan antara pihak
pengusaha dan serikat pekerja dalam memutuskan nilai upah setiap tahunnya.
Dasar hukum yang mengatur proses penetapan upah (Upah minimum) terus
dikeluarkan mulai dari UUD 1945 pasal 27(2) sebagai acuan dasar masing-masing pihak,
UU No.13/2003, Kepres No. 107/2004, Permenakertrans No. PER 03/MEN/I/2005,
Permenaker No. 01/Men/1999 jo Kepmenakertrans No. 226/2000, Kepmenakertrans No.
49/MEN/IV/2004, dan Permenakertrans No.Per 17/Men/VII/2005. Namun, aturan
tinggallah aturan. Tetap saja masing-masing pihak memiliki interpretasi
(penafsiran) terhadap aturan-aturan di atas yang disesuaikan dengan
kepentingannya masing-masing. Disinilah letak permasalahannya, dimana satu sisi
aturan-aturan tersebut memang masih dimungkinkan untuk ditafsirkan atau dengan
kata lain belum ada rumusan atau formulasi yang baku dalam penetapan nilai upah
(UMK), sedang disisi lain masing-masing pihak tetap berkeinginan menggolkan
”misi” dari instansinya yang mengutusnya.
Berangkat dari
permasalahan inilah kenapa akhirnya pendidikan ini layak untuk diadakan. Tentu
bahwa pendidikan ini tidak akan
memberikan semua jawaban yang ada atas setiap permasalahan yang ada pada
masing-masing pihak. Paling tidak ini adalah awal yang baik bagi
masing-masing PUK yang tergabung dalam
wadah FSPMI di setiap daerah untuk mengembangkan ide-ide yang didapat dari
seminar ini, untuk kemudian diolah dalam tim masing-masing sehingga
menghasilkan suatu formulasi penetapan nilai upah yang lebih obyektif,
rasional, dan dapat diterima oleh semua pihak.
II.
Dasar Hukum
1.
UUD 1945 pasal 27 ayat (2)
2.
Tap MPR No. II Tahun 1988 Tentang
Kebijaksanaan di Bidang Pengupahan
3.
UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan,
Pasal 88 s/d pasal 98
4.
PP No. 8/1981 tentang Perlindungan Upah
5.
Permenaker No. Per-01/Men/1999 tentang
Upah Minimum Regional
6.
Kepmenakertrans No. Kep-226/Men/2000
tentang Upah Minimum Kab/Provinsi
7.
Kepmenakertrans No. Kep-49/Men/2004
tentang Struktur dan Skala Upah
8.
Permenakertrans No.
Per-17/Men/VIII/2005 tentang Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak
9.
Konvensi ILO No. 95 tentang
Perlindungan Upah
III.
Prinsip Dasar dan Tujuan Pembayaran Upah
Menurut
Konvensi ILO, UU No.13/2003, dan PP No.8/1981,
dari Definisi Upah didapat beberapa prinsip dan tujuan pembayaran upah
sebagai berikut :
1.
Hak pekerja yang diterima
2.
Dinyatakan dalam bentuk uang
3.
Sebagai imbalan dari Pengusaha atau
Pemberi Kerja
4.
Untuk/atas suatu pekerjaan dan atau
jasa yang telah atau akan dilakukan
5.
Ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu
pejranjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundangan baik tertulis maupun
lisan
6.
Termasuk tunjangan bagi pekerja dan
keluarganya
Beberapa prinsip dan aturan dalam
peraturan perundangan :
1.
Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh
penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layaj bagi kemanusiaan. (UU 13/2003
pasal 88 ayat (1))
2.
Pemerintah menetapkan upah minimum
berdasarkan kebutuhan hidup layak dan dengan memperhatikan produktivitas
dan pertumbuhan
ekonomi (UU13/2003 pasal 88 ayat (4))
3.
Pengusaha dilarang membayar upah lebih
rendah dari upah minimum (UMK/UMSK) (UU13/2003 pasal 90 ayat (1) dan Permen
01/99 pasal 13) dn bagi perusahaan yang tidak mampu membayar upah minium dapat
dilakukan penangguhan. (UU13/2003 pasal 90 ayat 2)
4.
Pengaturan pengupahan yang disepakati
antara Pengusaha dengan SP tidak boleh lebih rendah dari ketentuan pengupahan
yang ditetapkan (UU 13/2003 pasal 91 ayat (1))
5.
Prinsip no work no pay (UU 13/2003
pasal 93 ayat (1)) tidak boleh memotong upah pokok, hanya memotong uang
tunjangan kehadiran.
6.
Ada hak perlindungan upah sesuai
ketentuan UU 13/2003 pasal 93 ayat (2)
7.
Gubernur menetapkan besarnya UMP dan
UMK dengan aturan UMK harus lebih besar dari UMP (Kepmen 226/2000 pasal 4 ayat
(1) dan (2))
8.
Peninjauan terhadap besarnya UMP dan
UMK diadakan 1 (satu) tahun sekali (Kepmen 226/2000 pasal 4 ayat (7))
9.
UMSP / UMSK harus lebih besar
sekurang2nya 5% dari UMP/UMSK (Permen
01/99 pasal 5)
10.
Upah Minimum wajib dibayar dengan upah bulanan
kepada pekerja (Permen 01/99 pasal 7 ayat (2))
11.
Berdasarkan kesepakatan dengan SP upah
dapat dibayarkan mingguan atau 2 mingguan dgn ketentuan perhitungaan upah
didasarkan upah bulanaan (Permen 01/99 pasal 7 ayat (2))
12.
Dalam hal sektor / sub sektor belum
mempunyai asosasi perusahaan, perundingan dan kesepakatan UMSP/UMSK dilakukan
oleh perusahaan bersama APINDO dengan SP (Permen 01/99 pasal 11 ayat (2) jo
Kepmen 226/2000 pasal 4 ayat(3)
13.
Bagi pekerja yang bersatus tetap, tidak
tetap dan dalam masa percobaan, upah diberikan oleh pengusaha serendah2nya
sebesar uapah minimum (Permen 01/99 pasal 14 ayat (1))
14.
Upah minimum hanya berlaku bagi pekerja
yang mempunyai masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun (Permen 01/99 pasal 14
ayat (2))
15.
Peninjauan besarna upah dengan masa
kerja lebih dari 1 (satu) tahun, dilakukan atas kesepakatan tertulis antara SP
dengan Pengusaha (Permen 01/99 pasal 14 ayat (3))
16.
Upah pekerja harian lepas, ditetapkan
secara upah bulanan yang dibayarkan berdasarkan jumlah hari kehadiran dengan
perhitungan (Permen 01/99 pasal 15);
a.
Bagi perusahaan dengan sistem 6 hari
dalam seminggu, upah bulanan dibagi 25
b.
Bagi perushaan dengan sistem 5 hari
dalam seminggu, upah bulanan dibagi 21
17.
Dalam hal perusahaan mencakup beberapa
sektor atau sub sektor belum ada penetapan UMSK, maka diberlakukan UMSK
tertinggi (Permen 01/99 pasal 16)
18.
Bagi perusahaan yang telah memberikan
upah lebih tinggi dari upah minimum dilarang mengurangi atau menurunkan upah
(Permen 01/99 pasal 17)
19.
Pelanggaran yang dilakukan oleh pekerja
karena kesengajaan atau kelalaiannya dapat dikenakan denda (UU13/2003 padal 95
ayat (1)), Pengusaha yang karena kesengajaan atau kelalaiannya mengakibatkan
keterlambatan upah dikenakan denda sesuai degan persentase tertntu dari upah
(ayat (2)), Dalam hal perushaan pailit atau dilikuidasi, maka upah dan hak2
lainnya merupakan utang yang didahulukan pembayarannya (ayat(4))
20.
Peninjauan besarnya upah bagi yang
pekerja yang telah menerima upah lebih besar dari upah minimum dilakukan sesua
dengan ketentuan yang diatur dalam Perjanjian Kerja (Permen 01/99 pasal 18)
21.
Dengan kenaikan upah minimum pekerja
harus memelihara prestasi kerja sehingga tidak lebih rendah dari sebelumya
Prinsip dasar dan Tujuan Pemberian Upah
oleh Pengusaha :
1.
Berlaku adil dan wajar
2.
Memotivasi semangat dan etos kerja
3.
Menarik dan mempertahankan tenaga kerja
yang cakap
4.
Memelihara dan meningkatkan kualitas
dan prestasi kerja
5.
Membangun citra perusahaan
IV.
Upah Minimum dan Upah Minimum Sektoral
4.1
Dasar Hukum
1.
UU 13/2003
2.
Permenaker No. Per-01/Men/1999 tentang
Upah Minimum Regional
3.
Kepmenakertrans No. Kep-226/Men/2000
tentang Upah Minimum Kab/Provinsi
4.2
Dasar Penetapan Upah Minimum (Pasal 6
Permenaker No. 01/99)
1.
Kebutuhan Hidup Minimum à
sekarang Kebutuhan Hidup Layak
2.
Indeks Harga Konsumen
3.
Kemampuan, perkembangan dan
kelangsungan perusahaan
4.
Upah pada umumnya yang berlaku di
daerah ertentu dan antar daerah
5.
Kondisi pasar kerja
6.
Tingkat perkembangan perkenomian dan
pendapatan perkapita
4.3
Dasar Penetapan Upah Minimum Sektoral
1.
Homogenitas perusahaan
2.
Jumlah perusahaan
3.
Devisa yang dihasilkan
4.
Nilai tambah yang dihasilkan
5.
Kemampuan perusahaan
6.
Asosiasi perusahaan
7.
Serikat pekerja terkait
4.4
Tujuan Upah Minimum
1.
Menghindari dan atau mengurangi
ekploitasi pekerja oleh pengusaha
2.
Sebagai jaring pengaman social untuk
menjanin terpenuhinya kebutuhan hidup
3.
Menghindari dan atau mengurangi
kemiskinan dan kesenjangan pengahasilan
4.
Mendorong peningkatan produktivitas dan
motivasi kerja
5.
Menghindari dan atau mengurangi
persaingan yang tidak sehat diantara pekerja
6.
Meningkatkan daya beli masyarakat yang
akan mendorong pertumbuhan ekonomi dan kesempatan kerja
7.
Menciptakan hubungan industrial yang
harmonis
4.5
Obyek Pembayaran Upah Minimum
1.
Pekerja lajang
2.
Masa kerja 0 – 1 tahun
3.
Jabatan terendah
4.6
Mekanisme dan Prosedur Penetapan Upah
Minimum
1.
Menetapkan keanggotaan Dewan Pengupahan
Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota yang terdiri dari unsur Pemerintah, APINDO, dan
SP/SB dengan perbandingan 2 : 1 : 1
2.
Menyelenggarakan kegiatan penelitian
yang meliputi : Survey KHL, survey dan analisa kemampuan perusahaan, mengadakan
seminar dengan menghadirkan para pakar dari kalangan praktisi dan akademisi,
memantau perkembangan inflasi, memantau perkembangan upah daerah lain, dll
3.
Melaksanakan rapat-rapat secara
intensif untuk merumuskan nilai UMK baru yang akan direkomendasikan kepada
Gubernur untuk ditetapkan selambat-lambatnya 40 hari sebelum tanggal berlaku
4.
Mengadakan soisialisasi tentang hasil
Keputusan Penetapan Upah Minimum Kab/Kota oleh Gubernur.
5.
Memberi masukan pengawasan pelaksanaan
UMK dan UMSK kepada Pemda dan isnstansi terkait.
4.7
Penangguhan Pembayaran Upah Minimum
(Pasal 20 dan 21 Permenaker No.01/99 jo Kepmen 226/2000 pasal 20 dan 21)
1.
Ditujukan kepada Menteri atau Pejabat
yang ditunjuk
2.
Berdasarkan kesepakatan tertulis antara
SP/SB yang terdaftar pada Depnaker dan
didukung oleh mayoritas pekerja dengan Pengusaha atau kesepakatan antara
pengusaha dengan pekerja yang mewakili lebih dari 50% pekerja penerima upah
minimum bagi perusahaan yang belum ada SP/SB
3.
Menyertakan dokumen2 berikut :
a.
salinan kesepakatan bersama
b.
salinan akte pendirian perusahaan *
c.
laporan keuangan perusahaan yang
terdiri dari nerca, perhitungan rugi laba beserta penjelasannya untuk 2 (dua)
tahun terakhir *
d.
perkembangan produksi dan pemasaran
selama 2 (dua) tahun terakhir
e.
data upah menurut jabatan pekerja
f.
jumlah pekerja seluruhnya dan jumlah
pekerja yang dimohonkan penangguhannya
g.
surat pernyataan kesediaan perusahaan
untuk melaksanakan upah minimum yang baru setelah berakhirnya waktu penangguhan
4.
Menteri atau Pejabat yang ditunjuk
dapat meminta akuntan publik untuk memeriksa kondisi keuangan untuk membuktikan
ketidakmampuan perusahaan
5.
Persetujuan penangguhan berlaku untuk
paling lama 1 (satu) tahun
6.
Penangguhan yang diberikan dalam bentuk
;
a.
Membayar upah terendah, tetap sesuai
dengan UMK yang lama
b.
Membayar lebih rendah dari UMK yang
baru
c.
Menangguhkan pembayaran UMK yang baru
secara bertahap
7.
Permohonan pengangguhan diajukan paling
lambat 10 (sepuluh) hari sebelum berlakunya ketetapan UMK
8.
Penolakan atau persetujuan atas
permohonan penangguhan paling lama 1 (satu) bulan sejak diterimanya secara
lengkap berkas permohonan penagguhan
9.
Bila permohonan ditolak upah yang
diberikan serendah-rendahnya sama dengan UMK yang berlaku terhitung sejak
tanggal berlakunya.
V.
Perhitungan Upah (Struktur dan Skala Upah)
5.1
Dasar Hukum
1.
UU 13/2003 pasal 92
(1)
Pengusaha menyusun struktur dan skala
upah dengan memperhatikan golongan, masa kerja, pendidikan, dan kompetensi.
(2)
Pengusaha melakukan peninjauan upah
secara berkala dengan memperhatikan kemampuan dan produktivitas
2.
Kepmen 49/IV/2004
Pasal 2 : Pengusaha menyusun sruktur dan skala upah
dalam penetapan upah pekerja/buruh di perusahaan
Pasal 3 : Dalam penyusunan struktur dan skala upah
dilaksanakan melalui : a. analisa jabatan
b. uraian jabatan c. evaluasi
jabatan
Pasal 7 : Dasar pertimbangan penyusunan struktur upah
antara lain : struktur organisasi, rasio perbedaan bobot pekerjaan anatar
jabatan, kemampuan perusahaan, biaya keseluruhan tenaga kerja, upah minimum,
dan kondisi pasar kerja.
Pasal 8 : Penyusunan skala upah dapat dilakukan
melalui : a. skala tunggal b. skala
ganda
Pasal 9 : Skala ganda dapat berbentuk skala ganda
berutan dan skala ganda tumpang tindih
5.2
Contoh Perhitungan
Contoh didapat
data pengupahan perusahaan XYZ sebagai berikut (lihat lampiran)
Langkah-langkah
pembuatan Struktur dan Skala Upah (Metode sederhana garis lurus)
1.
Tetapkan jumlah golongan upah
(sebaiknya berdasarkan golongan bukan jabatan)
2.
Tentukan nilai upah terendah (A) dan nilai upah tertinggi (B)
3.
Hitung Laju kenaikan upah (P) dengan rumus
(B/A) – 1 dimana N = jumlah golongan upah - 1
P =
-------------
N
4.
Hitung nilai upah dalam setiap
golongan, dengan rumus :
Ci = A (1
+ P . i) dimana Ci = nilai upah untuk golongan upah ke-i+1
i
= bilangan cacah dengan nilai
0,1,…..jlh gol upah -1
5.
Tentukan spread/rentang masing-masing
golongan untuk menentukan skalanya. Ingat penetuan spread akan berpengaruh pada
besarnya upah sundulan antar golongan.
6.
Tentukan kebijakan pengupahan yang akan
diambil bersama dengan pengusaha
5.3
Beberapa Petunjuk dalam pembuatan
Struktur dan Skala Upah
1.
Jabatan tidak boleh mendahului golongan
2.
Golongan dipengaruhi oleh masa kerja
dan pendidikan, sedang jabatan lebih dipengaruhi oleh skill (ketrampilan dan
leadershif) dan tanggung jawab +
3.
Upah sundulan tidak boleh terlalu
tinggi, tetapi tidak boleh juga terjadi gap yang terlalu jauh walaupun tidak
ada sundulan
4.
Grafik upah untuk perusahaan manufaktur
(padat karya) cenderung berbentukl eksponensial
5.
Kenaikan golongan harus memiliki nilai
(uang)
6.
Pembuatan struktur dan skala upah yang
rasional dan ideal memerlukan waktu dan saling pengertian antara SP dan
Pengusaha
7.
Sesungguhnya tugas pembuatan Sruktur
dan Skala Upah adalh tugas manajemen. Tugas kita hanya mengingatkan
VI.
Data-data Seputar Upah
Lihat pada
lampiran 2
Dari data
tersebut, dapat disimpulkan beberapa hal :
1.
Tidak ada korelasi linear antara
kenaikan upah dengan inflasi dan pencapaian KHL
2.
Penetapan nilai upah masih bersifat
politis, walaupun sudah mencoba beberapa pendekatan ilmiah
3.
Kenaikan upah daerah sekitar (khususnya
DKI, Bekasi kota, dan karawang) masih menjadi barometer kuat untuk menentukan
kenaikan upah Kab. Bekasi.
VII.
Permasalahan Upah
1.
Pembayaran upah yang lebih kecil dari
UMK atau UMSK
2.
Upah PKWT dan PKWTT tidak ada
pengaturan yang jelas (berapa selisihnya)
3.
Upah sundulan antar PKWTT yang tidak
terkontrol, karena tidak ada penetapan struktur dan skala upah
4.
Upah tidak ditegaskan secara jelas
dalam PP/PKB, bagaimana mekanisme penetapan kenaikannya
a.
Apakah SP/SB terlibat dalam proses
penetapannya?
b.
Kapan mulai perundingannya, dll
5.
Tidak ada sistem perhitungan yang jelas
c.
Formula upah (variable apa saja yang
terkait)
d.
Pola perhitungannya, penentuan budget
dulu atau formula dulu
6.
SP/SB tidak mengetahui kondisi riil
tentang kondisi perusahaan (laba/rugi, produksi, penjualan, omset, dll)
7.
SP/SB tidak mengikuti perkembangan
informasi tentang kondisi inflasi, pertumbuhan ekonomi, tingkat produktivitas
daerah.
10.
Analisa Keuangan/Kemampuan Perusahaan
Lihat lampiran
3
11.
Strategi Perundingan
1.
Ajukan surat perundingan untuk kenaikan
upah tahun 2007
2.
Buat jadwal perundingan, tentukan waktu
deadlock
3.
Ajukan perundingan kenaikan upah
beserta dengan kenaikan nilai tunjangan2 lainnya beserta bentuk2 kesejahteraan
lainnya
4.
Fahami konsep pembuatan struktur dan
skala upah beserta tahapan pencapaian konsep yang ideal (minimal dalam tim
perunding upah ada 1 orang yang faham)
5.
Dorong dan berikan pengertian kepada
Pengusaha tentang arti struktur dan skala upah
6.
Cari data tentang kondisi perusahaan
sebanyak-banyaknya
7.
Buat formulasi (rumus) kenaikan upah
8.
Buat konsep / target nilai ideal à target
antara à target
final
9.
Tentukan konsep siapa yang akan dipakai
sebagai bahan perundingan. Bila Pengusaha punya konsep ajak untuk bertukar
konsep.
10.
Sosialisasikan kepada BAKOR atau
anggota bahwa PUK sedang melakukan perundingan kenaikan upah dan minta dukungan
moril
11.
Jangan menjanjikan nilai kepada anggota
yang terlalu ideal, karena itu akan jadi boomerang
12.
Nilai-nilai yang sedang dirundingkan,
jangan disampaikan dulu kepada anggota sebelum terjadi kesepakatan tertulis
13.
Siapkan strategi lebih lanjut bila
sikap majamen tidak kondusif
14.
Berdoa kepada Allah Subhanahu wa
Ta’alaa agar diberikan kemudahan dalam perundingan