Rekomendasi Dewan Pengupahan untuk penentuan UMR
Pemerintah tidak begitu saja menetapkan sistem pengupahan secara nasional. Dalam hal penetapan UMR ini, Pemerintah di bantu oleh sebuah dewan yang benama Dewan Pengupahan Nasional (Depenas). Berdasarkan Permenaker No. Per -03/MEN/I/2005 tentang Tata cara Pengusulan Keanggotaan Dewan Pengupahan Nasional, jumlah anggota dewan pengupahan nasional berjumlah 23 orang, yang terdiri dari:a. Unsur pemerintah sebanyak 10 (sepuluh) orang;
b. Unsur serikat pekerja/serikat buruh sebanyak 5 (lima) orang;
c. Unsur organisasi pengusaha sebanyak 5 (lima) orang.dan
d. Unsur perguruan tinggi dan pakar sebanyak 3 (tiga) orang.
Selain Depenas dikenal juga Dewan Pengupahan Provinsi (DapeProv) yang bertugas memberikan rekomendasi penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP), penetapan upah minimum kabupaten / kota (UMK) termasuk sektoral, serta sistem pengupahan provinsi kepada Gubernur. Dan yang terakhir adalah Dewan Pengupahan Kabupaten / Kota (Depekab/Depeko), yang bertugas mengusulkan Upah Minimum Kabupaten / Kota atau Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota kepada Bupati/Walikota. Lebih lengkap mengenai dewan pengupahan ini ada di Kepres 107 tahun 2004 tentang Dewan Pengupahan.
Kebutuhan hidup layak sebagai dasar penentuan UMR
Seperti yang telah ditetapkan oleh Pemerintah dalam UU 13/2003, bahwa penentuan Upah minimum ditentukan berdasarakan Kebutuhan Hidup Layak (KHL). Apakah yang dimaksud dengan Kebutuhan Hidup Layak itu, maksudnya adalah satu ukuran yang ditentukan berdasarkan indikator-indikator dari kebutuhan hidup di setiap daerah di Indonesia. Besarnya KHL untuk setiap daerah tentu saja berbeda-beda, KHL di Ibu kota Jakarta pasti akan lebih besar jika dibandingkan dengan KHL di kota Tegal. Perbedaan KHL inilah yang membuat UMR disetiap daerah juga berbeda.Jumlah indikator yang digunakan untuk menentukan besarnya KHL ditentukan oleh pemerintah. Namun, tidak jarang juga serikat pekerja memiliki versi sendiri jumlah KHL yang menurut mereka paling sesuai dengan keadaan Indonesia saat ini. Menurut versi serikat pekerja, jumlah indikator KHL ini lebih banyak dari jumlah indikator versi pemerintah.
Terkadang, atau malah seringkali, perbedaan jumlah indikator KHL inilah yang menjadi akar permasalahan perselisihan setiap akhir tahun antara serikat buruh, pengusaha dan pemerintah dalam penentuan besaran UMR.
Perselisihan abadi penentuan UMR
Setiap bulan November – Desember, di media massa baik elektronik maupun cetak, pasti ada berita mengenai unjuk rasa dari serikat pekerja di berbagai daerah. Tujuan unjuk rasa ini biasanya adalah untuk menyampaikan aspirasi mereka kepada pihak yang berkepentingan untuk menetapkan UMR di tahun depannya dengan kenaikan sekian persen. Ada juga unjuk rasa yang bermaskud memprotes ketetapan dari pihak yang terkait, dalam hal ini pemerintah, dalam menentukan besarnya UMR.Pemerintah pasti akan merasa dilema menghadapi hal ini, bagaimana tidak, disatu sisi adalah kewajiban pemerintah untuk memberikan kesejahteraan yang baik kepada masyarakat (buruh) dengan menaikan UMR sesuai dengan keadaan kebutuhan hidup yang layak, namun di sisi lain pemerintah juga perlu menjaga agar para pengusaha tidak kabur dari Indonesia, dikarenakan tingginya biaya upah buruh.
Dan akhirnya, kebanyakan pemerintah tidak dapat berbuat apa-apa, hanya perseteruan abadi lah yang terjadi antara pengusaha dan buruh dalam penentuan UMR ini.