Kemajuan teknologi dan ekonomi global berpengaruh pada
berbagai sektor usaha. Hal ini mengakibatkan timbulnya persaingan ketat dari seluruh
sektor usaha yang ada untuk terus melakukan penyesuaian terhadap kebutuhan
pasar. Terlebih dengan kondisi dunia usaha yang semakin kompetitif, respon dari
perusahaan yang cepat dan tepat pada pelayanan terhadap konsumen sangat
dibutuhkan.
Tidak hanya itu, kualitas dari produk dan jasa yang dihasilkan pun harus baik
sehingga memiliki daya saing di pasaran. Selain itu, perusahaan juga melakukan efisiensi
biaya produksi yang disebut dengan cost of production . Sistem kerja outsourcing menjadi salah satu pilihan perusahaan untuk menekan biaya pengeluaran
melalui biaya Sumber Daya Manusia (SDM) yang bekerja di perusahaan tersebut.
Outsourcing dalam bahasa inggris terdiri dari dua kata, yakni out dan
sourcing . Sourcing berarti mengalihkan kerja, tanggung
jawab dan keputusan kepada orang lain. Sedangkan dalam bahasa Indonesia, Outsourcing
berarti alih daya. Dalam dunia bisnis, outsourcing atau alih daya
dapat diartikan sebagai penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan yang sifatnya
non-core atau penunjang oleh suatu perusahaan kepada perusahaan lain. Kedua
perusahaan melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa
pekerja atau buruh. Namun, pada realita sistem kerja outsourcing dalam dunia
usaha di Indonesia dilaksanaan tidak hanya oleh perusahaan non-core, tetapi
juga dilaksanaan oleh perusahaan core (produksi).
Outsourcing (Alih Daya) diartikan sebagai
pemindahan atau pendelegasian beberapa proses bisnis kepada suatu badan
penyedia jasa, dimana badan penyedia jasa tersebut melakukan proses
administrasi dan manajemen berdasarkan definisi serta kreteria yang telah
disepakati oleh para pihak (Sjahputra, 2009). Dalam hukum ketenagakerjaan di
Indonesia sistem kerja outsourcing diartikan sebagai pemborongan pekerjaan dan
penyediaan jasa tenaga kerja pengaturan hukum outsourcing (Alih Daya).
Perjanjian kerja dalam outsourcing berbentuk hubungan kerja antara
perusahaan dan pekerja atau buruh yang diatur dalam perjanjian kerja secara
tertulis. antar antar perusahaan penerima pekerjaan dengan pekerja atau buruh
yang dipekerjakan. Perjanjian tertulis berdasarkan pada PKTW (Perjanjuan Kerja
Waktu Tertentu) sesuai dengan ketentuan dan persyaratan yang diberlakukan. Apabila
ketentuan sebagai badan hukum dan/atau tidak dibuatnya perjanjian secara
tertulis tidak dipenuhi, demi hukum status hubungan kerja antara pekerja dengan
perusahaan penerima pemborongan beralih menjadi hubungan kerja antara pekerja
dengan perusahaan pemberi pekerjaan (Sistem kerja outsourcing di Indonesia,
2010). Hal itu, menyebabkan hubungan kerja beralih antara pekerja dengan
perusahaan pemberi kerja, dapat berupa waktu tertentu atau untuk waktu tidak
tertentu, tergantung pada bentuk perjanjian kerjanya semula (Pasal 64 dan 65
Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan).
Pada beberapa kejadian, tercatat pekerja kontrak yang
dipasok oleh penyedia jasa outsourcing oleh perusahaan non-core untuk
pekerjaan tanpa memperhatikan jenjang karir. Seperti office
boy , security,
dan sebagainya. Namun, sekarang justru outsourcing masuk di berbagai
lini kegiatan perusahaan.
Praktik outsourcing di Indonesia kini semakin
mengalami kontroversi. Karena dinilai menguntungkan perusahaan, namun sistem
ini justru merugikan untuk pekerja atau buruh. Selain tidak ada jenjang karier
yang jelas, pada beberapa kejadian gaji pekerja atau buruh juga dipotong oleh
perusahaan inti dan pekerja atau buruh tidak tahu besaran gaji potongan yang
diberlakukan.
Aksi penolakan sistem kerja outsourcing muncul dimana-mana. Hal ini
dilatarbelakangi bahwa dilatar belakangi sistem ini berdasarkan dengan konsep
kapitalisme modern yang akan memba/wa kesengsaraan bagi pekerja atau
buruh, dan memberikan kesempatan yang seluas-luasnya bagi pengusaha untuk
mendominasi hubungan industrial dengan perlakuan-perlakuan kapitalis. Menurut
Karl Marx ,hal ini dikatakan mengeksploitasi pekerja atau buruh.
Tuntutan penghapusan sistem kerja outsourcing datang bertubi-tubi tidak hanya
dari kelompok pekerja atau buruh saja. Namun, dari pemerhati masalah
ketenagakerjaan seperti Prabowo Subianto yang pernah meminta agar sistem kerja
outsourcing untuk dihapuskan. Menurutnya, sistem ini kurang manusiawi karena
mengeksploitasi pekerja atau buruh. Tuntutan penghapusan juga disampaikan oleh
beberapa komunitas, seperti: Aliansi Buruh Menggugat (ABM) dan Front Perjuangan
Rakyat (FPR) pada saat peringatan Hari Buruh Sedunia ( May day) Tahun
2008 di Bundaran Hotel Indonesia, telah melontarkan isu “Hapuskan Sistem
Kontrak dan Outsourcing ”.
Setelah sistem kerja
outsourcing diberlakukan dan banyak menuai kontroversi, pemerintah sebagai
lembaga yang berwenang dalam menentukan peraturan dan hokum justru memberi
perlindungan dan tanggung jawab yang dinilai masih kurang bagi pekerja atau
buruh. Pemerintah dinilai kurang memperhatikan pekerja atau buruh outsourcing
karena pemerintah tidak mengimbanginya dengan membuat peraturan dan
perlindungan hukum yang selayaknya bagi para pekerja atau buruh outsourcing.
Sedangkan Kebijakan dalam bidang ketenagakerjaan ( employment policy )
baik pada tataran lokal maupun nasional dirasa kurang mengarah pada upaya-upaya
memberi rasa aman ( social protection ) pada pekerja atau buruh. Employment
policy justru mengarah pada upaya pemerintah untuk menjadikan pekerja atau
buruh sebagai bagian dari mekanisme pasar dan komponen produksi yang memiliki
nilai jual (terkait upah murah) bagi para investor. Seperti berbagai undang-undang dan keputusan
Menakertrans dalam UU Ketenagakerjaan No. 13 tahun 2003 (pasal 64, 65 dan 66),
Kepmenakertrans RI No.Kep.101/ Men/VI/2004
Tahun 2004 tentang Tata Cara Perjanjian Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja atau
buruh, dan Kepmenakertrans RI No. 220/Men/X/2004 tentang Syarat-syarat
Penyerahan Sebagai Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan lain adalah hukum
yang mengatur ketenagakerjaan dengan sistem kerja outsourcing (Alih Daya). Ke
depan, pemerintah sebagai pemegang kekuasaan ( stake holder ) mampu
memberi peraturan dan perlindungan yang tepat untuk pekerja atau buruh outsourcing
, atau menghapus sistem kerja outsourcing .