TEKNIK MENYUSUN
SURAT GUGATAN DAN JAWABAN
Lembaga Bantuan Hukum Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia
SURAT GUGATAN
I. Pendahuluan
1. Setiap pekerja dan pengusaha yang mengalami perselisihan mengenai hak, PHK dan kepentingan yang tidak berhasil diselesaikan dengan cara konsiliasi atau mediasi dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial dengan melampirkan bukti telah dilakukan konsiliasi/mediasi.
2. Setiap serikat pekerja yang mengalami perselisihan antar serikat pekerja, yang tidak berhasil diselesaikan dengan cara konsiliasi atau mediasi dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial.
3. Gugatan harus diajukan oleh yang berkepentingan atau kuasanya, serikat pekerja dapat menjadi kuasa mewakili anggotanya dengan surat kuasa khusus yang didaftar di Kepaniteraan Pengadilan.
4. Setiap gugatan dapat dikabulkan, sepanjang kebenarannya dapat dibuktikan dalam persidangan.
5. Surat gugatan tidak diatur secara baku, namun sekurang-kurangnya harus berisi identitas para pihak, fundamentum petendi dan petitum.
6. Bahasa dalam surat gugatan harus sederhana, jelas dan sopan tidak boleh cengeng, emosional sebab hakim tidak memutus perkara karena belas kasihan.
7. Surat gugatan ditujukan kepada ketua Pengadilan Negeri c.q. Pengadilan Hubungan Industrial.
II. Kerangka dan Isi Surat Gugatan
1. Kepala Surat Berbunyi :
Kepada Yth,
Ketua Pengadilan Negeri ……………….
C.q. Pengadilan Hubungan Industrial
Jalan ……………………………….
2. Judul Gugatan :
Contoh :
“ Perihal Pemutusan Hubungan Kerja “
Yang memuat nama, pekerjaan dan tempat tinggal Penggugat, Tergugat dan turut tergugat.
3. Apabila pengusahanya adalah badan hukum ( PT, Yayasan, Koperasi, Perguruan Tinggi ) maka tergugatnya adalah nama PT nya yang diwakili salah satu direkturnya.
4. Dasar dan Alasan Gugatan ( Fundamentum Petendi )
adalah dalil-dalil posita tentang adanya hubungan yang merupakan dasar serta ulasan dari tuntutan.
Fundamentum Petendi terdiri dari alasan mengenai kejadian dan alasan hukum.
Hal-hal yang penting sebagai kerangka berfikir dalam menyusun dasar dan alasan adalah sebagai berikut :
a. Posisi para Pihak dalam perselisihan
b. Obyek perselisihan
c. Duduknya perselisihan/persoalan ( sebab akibat )
d. Perincian kerugian
e. Fakta-fakta, bukti surat, bukti saksi
f. Dasar hukum
g. Alasan sita jaminan, putusan serta merta dan proporsional
III. Petitum atau Tuntutan
1. Petitum atau tuntutan adalah apa yang diminta atau diharapkan penggugat agar diputuskan oleh hakim. Jadi tuntutan itu akan terjawab didalam amar atau diktum putusan. Oleh karenanya Petitum harus dirumuskan secara jelas dan tegas ( ps.8 Rv )
2. Tuntutan yang tidak jelas atau tidak sempurna dapat berakibat tidak diterimanya tuntutan tersebut. Demikian pula gugatan yang berisi pernyataan-pernyataan yang bertentangan satu sama lain disebut abscuur libel ( gugatan yang tidak jelas dan tidak dapat dijawab dengan mudah oleh pihak tergugat sehingga menyebabkan ditolaknya gugatan ) berakibat tidak diterimanya gugatan tersebut.
3. Sebuah tuntutan dapat dibagi 3 ( tiga ), yaitu :
a. Tuntutan primer atau tuntutan pokok yang langsung berhubungan dengan pokok perkara.
b. Tuntutan tambahan, bukan tuntutan pokok tetapi masih ada hubungannya dengan pokok perkara.
c. Tuntutan subsidiair atau pengganti.
4. Meskipun tidak selalu – tetapi seringkali – disamping tuntutan pokok, masih diajukan tuntutan tambahan yang merupakan pelengkap daripada tuntutan pokok.
5. Biasanya sebagai tuntutan tambahan berwujud :
a. Tuntutan agar tergugat dihukum untuk membayar biaya perkara.
b. Tuntutan “ uitvoerbaar bij voorraad “ yaitu tuntutan agar putusan dapat dilaksanakan lebih dulu meskipun ada perlawanan, banding atau kasasi. Dalam praktek permohonan “ uitvoerbaar bij voorrad “ sering dikabulkan. Namun demikian Mahkamah Agung menginstruksikan agar hakim jangan secara mudah memberi putusan “ uitvoerbaar bij voorraad “ ( instruksi MA tanggal 13 Februari 1958 ).
c. Tuntutan agar tergugat dihukum untuk membayar bunga ( morator ) apabila tuntutan yang dimintakan penggugat berupa sejumlah uang tertentu.
d. Tuntutan agar tergugat dihukum untuk membayar uang paksa ( dwangsom ), apabila hukuman itu tidak berupa pembayaran sejumlah uang selama ia tidak memenuhi isi putusan.
e. Dalam hal gugat cerai sering disertai juga dengan tuntutan nafkah bagi istri ( ps.59 ayat 2, 62, 65 HOCI. ps 213, 229 BW ) atau pembagian harta ( ps. 66 HOCI.232 BW ).
6. Mengenai tuntutan Subsidair selalu diajukan sebagai pengganti apabila hakim berpendapat lain. Biasanya tuntutan subsidair itu berbunyi “ agar hakim mengadili menurut keadilan yang benar “ atau mohon putusan yang seadil-adilnya ( aequo et bono ).
Jadi tujuan daripada tuntutan subsidair adalah agar apabila tuntutan primer ditolak masih ada kemungkinan dikabulkannya gugatan yang didasarkan atas kebebasan hakim serta keadilan.
7. Didalam berperkara dipengadilan kita mengenal gugatan biasa / pada umumnya dan gugatan yang bersifat referte.
8. Sebab gugatan dapat dicabut selama putusan pengadilan belum dijatuhkan.
9. Dengan catatan :
a. Apabila gugatan belum sampai dijawab oleh tergugat, maka penggugat dapat langsung mengajukan pencabutan gugatan.
b. Apabila pihak tergugat sudah memberikan jawaban maka pencabutan gugatan dapat dilaksanakan apabila ada persetujuan dari tergugat.
IV. Kesimpulan
Dari apa yang terurai diatas dengan singkat dapat dikatakan bahwa agar gugatan tidak ditolak atau dinyatakan tidak diterima, maka :
1. Gugatan supaya diajukan kepada pengadilan yang berwenang
2. Identitas seperti nama, pekerjaan, alamat dan sebagainya dari penggugat dan tergugat harus jelas.
3. Pihak penggugat maupun tergugat harus ada hubungan hukum dengan pokok permasalahan.
4. Pihak penggugat maupun tergugat mempunyai kemampuan untuk melakukan perbuatan hukum ( handelingsbek waaamheid ).
5. Dalil-dalil atau posita gugatan harus mempunyai dasar peristiwa dan dasar hukum ( fundamentum petendi ) yang cukup kuat.
6. Peristiwa atau permasalahan dalam gugatan belum lampau waktu.
7. Peristiwa belum pernah diajukan dan diputuskan oleh pengadilan.
8. Ada atau tidak adanya penundaan masalah.
9. Jumlah tergugat supaya lengkap.
10. Pengajuan tuntutan atau petitum yang jelas dan tegas yang dapat terdiri dari petitum primer, petitum tambahan dan petitum subsidair.
SURAT JAWABAN
v Pokok-Pokok Surat Jawaban
1) Apabila pada sidang pengadilan kedua ternyata tidak dapat dicapai suatu perdamaian antara penggugat dengan tergugat, maka tergugat memberikan jawabannya lewat hakim.
2) Kerangka surat jawaban mengikat kerangka gugatan lawan.
3) Jawaban tergugat dapat berentuk menaolak gugatan, memenarkan gugatan dan membenarkan diri tergugat sendiri. Alasan penolakan harus didukung oleh alas an-alasan yang kuat.
4) Didalam praktek, isi jawaban terdiri dari tiga hal :
a. Dalam eksepsi
b. Dalam pokok perkara
c. Permohonan
Ad.A. Jawaban Dalam Eksepsi ( Tangkisan )
Salah satu tangkisan dengan alasan formil dan atau ketentuan materiil, sehingga tergugat berhak mohon kepada majelis hakim agar gugatan dinyatakan tidak dapat diterima ( NO ).
Alasan-alasan eksepsi antara lain sebagai berikut :
* Gugatan diajukan kepada pengadilan yang tidak berwenang
* Gugatan salah orang, karena tidak ada hubungan hukum
* Penggugat tidak berkualitas sebagai penggugat ( tidak mempunyai hubungan hukum ).
* Tergugat tidak lengkap.
* Penggugat telah memberi penundaan pembayaran.
Ad.B. Jawaban Dalam Pokok Perkara
Merupakan bantahan terhadap dalil-dalil / Fundamentum petendi yang diajukan penggugat. Untuk mempermudah penyusunan, maka sistematika penulisan menyesuaikan dengan gugatan lawan.
Ad.C. Permohonan Petitum
Sifat permohonan sudah barang tentu harus menguntungkan tergugat.
Contoh Petitum :
* Primer :
- Agar gugatan ditolak seluruhnya.
- Agar hakim menerima seluruh jawaban tergugat.
* Subsidair :
Apabila hakim berpendapat lain, maka tergugat mohon agar hakim memberikan putusan seadil-adilnya.