Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah komponen penting
dalam proses produksi. Sayang, berdasarkan pantauan Kementerian Tenaga
Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) masih banyak perusahaan di
Indonesia yang kurang maksimal menerapkan K3 ini. Sampai saat ini jumlah
kecelakaan kerja di lokasi kerja masih terjadi di berbagai tempat.
Kemenakertrans melihat beberapa faktor yang menyebabkan pengusaha kurang aktif menjalankan K3. Antara lain pengusaha masih memandang pelaksanaan K3 menghambat proses produksi dan membuang-buang biaya. Padahal menurut Kemenakertrans pelaksanaan K3 tidak sulit dan tidak membutuhkan biaya besar.
Dalam jangka panjang, pelaksanaan K3 ditujukan untuk memberi kenyamanan dan keamanan bagi pekerja sehingga dapat mendongkrak produktifitas kerja. Karena pihak pengusaha dirasa masih abai dalam melaksanakan K3 maka jumlah kecelakaan kerja di Indonesia masih sering terjadi.
“Di Indonesia jumlah kecelakaan kerja sampai tujuh orang tiap hari,” tutur Dirjen Pembinaan dan Pengawasan Kemenakertrans A Mudji Handaya di Kemenakertrans, Rabu (21/3).
Pada lokasi yang sama Menakertrans Muhaimin Iskandar juga menyebut ada tiga hal yang dilakukan Kemenakertrans dalam meningkatkan pelaksanan K3. Pertama, merangkul seluruh perusahaan-perusahaan besar untuk memahami pentingnya K3. Sekaligus mengelola manajemen K3 yang memenuhi standar internasional.
Kedua, membangun peralatan dan kebutuhan infrastruktur K3 yang memberikan kenyamanan dan keselamatan kerja baik bagi pekerja sendiri maupun bagi masyarakat di sekitar perusahaan. Ketiga, melibatkan seluruh pemangku kepentingan untuk memberi penyadaran bahwa K3 fungsinya sangat penting.
“Sebagai bagian dari upaya kita membangun masyarakat yang sehat dan selamat,” kata Muhaimin.
Pada Oktober 2011 lalu Lembaga Tripartit Nasional dan pemangku kepentingan K3 sudah berkomitmen untuk melaksanakan K3. Komitmen nasional itu akan melakukan upaya bersama yang terkoordinasi dalam pelaksanaan strategi nasional K3 melalui implementasi berbagai program K3 di semua tingkatan. Kemudian mendorong pimpinan perusahaan dan pihak pekerja untuk memberi prioritas pelaksanaan K3 di setiap kegiatan usaha.
Kasubdit Pemeriksaan Norma Ketenagakerjaan Kemenakertrans Samsul Bahri mengatakan penegakan K3 adalah bagian dari penegakan hukum ketenagakerjaan. Pengawas ketenagakerjaan memiliki peran penting dalam memantau pelaksanaan K3.
Hal pertama yang dilakukan pengawas ketenagakerjaan adalah mengupayakan agar pihak pengusaha dan pekerja melaksanakan ketentuan ketenagakerjaan dengan cara-cara preventif yaitu melalui pembinaan. Menurut Samsul jika proses pembinaan sudah dilakukan tapi tidak berbuah hasil maka dilakukan penyidikan. Jika masih terjadi pelanggaran maka dapat dikenakan sanksi administratif dan pidana.
Terkait dengan K3 jika ada perusahaan yang melakukan pelangaran maka dapat dikenakan sanksi administratif berupa penyegelan terhadap mesin produksi, skorsing dan pencabutan izin perusahaan. Jika terjadi kecelakaan kerja yang mengakibatkan pekerja mengalami luka, cacat fisik atau sampai meninggal dunia maka pihak manajemen perusahan yang bersangkutan dapat dikenakan sanksi. Bahkan Samsul juga menyebutkan ada ancaman kurungan 3 bulan.
“Itu harus dilakukan penyidikan, ada ancaman pidananya,” tutur Samsul kepada hukumonline di Kemenakerterans Jakarta, Rabu (21/3).
Samsul mengingatkan kepada pekerja yang mendapat masalah ketenagakerjaan, khususnya mengenai K3 dapat melapor ke dinas ketenagakerjaan terdekat. Jika di tingkat daerah dirasa tidak mampu menuntaskan masalah maka dapat mengadu kepada Kemenakertrans.
Atas dasar itu Samsul juga mengimbau agar perusahaan memenuhi persyaratan K3 di lokasi kerja. Dia juga tidak menampik bahwa hal itu menjadi tantangan berat bagi pegawai pengawas untuk mendorong agar perusahaan mau menerapkan sistem K3 yang layak.
Masalah lain yang dihadapi pegawai pengawas dalam menjalankan tugasnya adalah otonomi daerah. Pasalnya tidak jarang pegawai pengawas di tingkat Kabupaten/Kota yang sering dirotasi oleh Pemerintah Daerah setempat. Sehingga pegawai pengawas tidak dapat memaksimalkan fungsinya karena posisinya diganti dengan orang yang berasal dari dinas lain.
Sebelumnya Anggota Komisi IX DPR Rieke Dyah Pitaloka menyebutkan bahwa otonomi daerah menjadi salah satu hambatan bagi pengawasan dalam memantau pelaksanaan hukum ketenagakerjaan. Soalnya jumlah tenaga pengawas sangat sedikit sehingga tidak dapat menjalankan tugas dan fungsinya secara maksimal. Hal itu terkait juga dengan kualitas pegawai pengawas itu sendiri. Bagi Rieke mekanisme pengawas ketenagakerjan sebaiknya diatur oleh pemerintah pusat. “Jadi nggak bisa diotonomi (kepada Pemerintah daerah,--red),” kata Rieke.
Kemenakertrans melihat beberapa faktor yang menyebabkan pengusaha kurang aktif menjalankan K3. Antara lain pengusaha masih memandang pelaksanaan K3 menghambat proses produksi dan membuang-buang biaya. Padahal menurut Kemenakertrans pelaksanaan K3 tidak sulit dan tidak membutuhkan biaya besar.
Dalam jangka panjang, pelaksanaan K3 ditujukan untuk memberi kenyamanan dan keamanan bagi pekerja sehingga dapat mendongkrak produktifitas kerja. Karena pihak pengusaha dirasa masih abai dalam melaksanakan K3 maka jumlah kecelakaan kerja di Indonesia masih sering terjadi.
“Di Indonesia jumlah kecelakaan kerja sampai tujuh orang tiap hari,” tutur Dirjen Pembinaan dan Pengawasan Kemenakertrans A Mudji Handaya di Kemenakertrans, Rabu (21/3).
Pada lokasi yang sama Menakertrans Muhaimin Iskandar juga menyebut ada tiga hal yang dilakukan Kemenakertrans dalam meningkatkan pelaksanan K3. Pertama, merangkul seluruh perusahaan-perusahaan besar untuk memahami pentingnya K3. Sekaligus mengelola manajemen K3 yang memenuhi standar internasional.
Kedua, membangun peralatan dan kebutuhan infrastruktur K3 yang memberikan kenyamanan dan keselamatan kerja baik bagi pekerja sendiri maupun bagi masyarakat di sekitar perusahaan. Ketiga, melibatkan seluruh pemangku kepentingan untuk memberi penyadaran bahwa K3 fungsinya sangat penting.
“Sebagai bagian dari upaya kita membangun masyarakat yang sehat dan selamat,” kata Muhaimin.
Pada Oktober 2011 lalu Lembaga Tripartit Nasional dan pemangku kepentingan K3 sudah berkomitmen untuk melaksanakan K3. Komitmen nasional itu akan melakukan upaya bersama yang terkoordinasi dalam pelaksanaan strategi nasional K3 melalui implementasi berbagai program K3 di semua tingkatan. Kemudian mendorong pimpinan perusahaan dan pihak pekerja untuk memberi prioritas pelaksanaan K3 di setiap kegiatan usaha.
Kasubdit Pemeriksaan Norma Ketenagakerjaan Kemenakertrans Samsul Bahri mengatakan penegakan K3 adalah bagian dari penegakan hukum ketenagakerjaan. Pengawas ketenagakerjaan memiliki peran penting dalam memantau pelaksanaan K3.
Hal pertama yang dilakukan pengawas ketenagakerjaan adalah mengupayakan agar pihak pengusaha dan pekerja melaksanakan ketentuan ketenagakerjaan dengan cara-cara preventif yaitu melalui pembinaan. Menurut Samsul jika proses pembinaan sudah dilakukan tapi tidak berbuah hasil maka dilakukan penyidikan. Jika masih terjadi pelanggaran maka dapat dikenakan sanksi administratif dan pidana.
Terkait dengan K3 jika ada perusahaan yang melakukan pelangaran maka dapat dikenakan sanksi administratif berupa penyegelan terhadap mesin produksi, skorsing dan pencabutan izin perusahaan. Jika terjadi kecelakaan kerja yang mengakibatkan pekerja mengalami luka, cacat fisik atau sampai meninggal dunia maka pihak manajemen perusahan yang bersangkutan dapat dikenakan sanksi. Bahkan Samsul juga menyebutkan ada ancaman kurungan 3 bulan.
“Itu harus dilakukan penyidikan, ada ancaman pidananya,” tutur Samsul kepada hukumonline di Kemenakerterans Jakarta, Rabu (21/3).
Samsul mengingatkan kepada pekerja yang mendapat masalah ketenagakerjaan, khususnya mengenai K3 dapat melapor ke dinas ketenagakerjaan terdekat. Jika di tingkat daerah dirasa tidak mampu menuntaskan masalah maka dapat mengadu kepada Kemenakertrans.
Atas dasar itu Samsul juga mengimbau agar perusahaan memenuhi persyaratan K3 di lokasi kerja. Dia juga tidak menampik bahwa hal itu menjadi tantangan berat bagi pegawai pengawas untuk mendorong agar perusahaan mau menerapkan sistem K3 yang layak.
Masalah lain yang dihadapi pegawai pengawas dalam menjalankan tugasnya adalah otonomi daerah. Pasalnya tidak jarang pegawai pengawas di tingkat Kabupaten/Kota yang sering dirotasi oleh Pemerintah Daerah setempat. Sehingga pegawai pengawas tidak dapat memaksimalkan fungsinya karena posisinya diganti dengan orang yang berasal dari dinas lain.
Sebelumnya Anggota Komisi IX DPR Rieke Dyah Pitaloka menyebutkan bahwa otonomi daerah menjadi salah satu hambatan bagi pengawasan dalam memantau pelaksanaan hukum ketenagakerjaan. Soalnya jumlah tenaga pengawas sangat sedikit sehingga tidak dapat menjalankan tugas dan fungsinya secara maksimal. Hal itu terkait juga dengan kualitas pegawai pengawas itu sendiri. Bagi Rieke mekanisme pengawas ketenagakerjan sebaiknya diatur oleh pemerintah pusat. “Jadi nggak bisa diotonomi (kepada Pemerintah daerah,--red),” kata Rieke.