Organisasi Perburuhan Internasional
(International Labour Organization/ILO) memperkirakan sekitar 215 juta
anak di seluruh dunia menjadi pekerja anak. Sementara Badan Pusat
Statistik mencatat terdapat sekitar 2,5 juta pekerja anak usia 5-17
tahun pada tahun 2009 di Indonesia. Sebagian besar dari mereka bekerja
dengan jam kerja yang panjang, dan acapkali dalam kondisi berbahaya yang
dapat menghambat tumbuh-kembang mereka. Mereka pun tidak mendapatkan
peluang pendidikan yang akan memberikan mereka masa depan yang lebih
baik atau harus menyeimbangkan bekerja dengan bersekolah.
Sejalan dengan peringatan Hari Dunia Menentang Pekerja Anak, ILO bekerja
sama dengan Yayasan Kampung Halaman (YKH) akan mengadakan serangkaian
kampanye bertajuk “Aku, Masa Depanmu Indonesia!” dengan menggunakan
video partisipatori dalam bentuk video diary dan situs interaktif
tentang pekerja anak dan pendidikan. Video diary dan situs interaktif
ini akan diluncurkan oleh Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi,
Muhaimin Iskandar, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Mohammad Nuh dan
Tjeerd de Zwaan, Duta Besar Kerajaan Belanda untuk Indonesia pada Kamis,
28 Juni 2012, di Erasmus Huis, Jakarta.
Kampanye ini digelar oleh ILO melalui Proyek Pekerja Anak dan Pendidikan
yang didanai Kementerian Luar Negeri Belanda. Proyek ini bertujuan
untuk meningkatkan kesempatan bagi pekerja anak ataupun anak-anak yang
rentan untuk bekerja atas pendidikan. Kampanye ini merupakan bagian dari
serangkaian kegiatan yang dilakukan ILO bersama para mitranya untuk
menegaskan kembali upaya-upaya memerangi pekerja anak, terutama
bentuk-bentuk terburuknya.
Pertama kalinya dilakukan, video ini merupakan hasil karya dari para
pekerja anak sendiri di Jakarta, Sukabumi dan Makassar di lima sektor:
anak jalanan, pemulung anak, pekerja rumah tangga anak, pekerja pabrik
anak dan pekerja seksual komersial anak. Menggunakan kata-kata dan
pilihan gambar mereka sendiri, video-video ini merekam keseharian,
perjuangan, harapan para pekerja anak dalam menjalani kerasnya lika-liku
kehidupan dan pekerjaan mereka. Video-video ini terdiri dari enam video
dengan durasi keseluruhan 60 menit.
“ILO percaya bahwa video parsitipatori ini akan meningkatkan kesadaran
dan rasa prioritas masyarakat. Khususnya di antara para pembuat
kebijakan, mengenai masalah pekerja anak, terutama anak-anak yang
terlibat dalam bentuk-bentuk pekerjaan teburuk. ILO juga meyakini
kesadaran semacam itu akan membantu penanggulangan dan penghapusan
pekerja anak serta perlindungan hak anak, terutama hak atas pendidikan
agar setiap anak Indonesia dapat memiliki akses terhadap pekerjaan yang
layak dan berkontribusi dalam pembangunan nasional saat mereka tumbuh
dewasa,” ujar Michiko Miyamoto, Wakil Direktur ILO di Indonesia,
mengomentari peluncuran video partisipatori ini.
Pembuatan video partisipatori ini melibatkan 41 pekerja anak di bawah 18
tahun serta melibatkan proses pelatihan dan pendampingan selama 1,5
bulan pada bulan Mei hingga Juni. Selama masa pelatihan dan
pendampingan, para pekerja anak secara mandiri mengidentifikasi
pengalaman, kesulitan, harapan dan aspirasi mereka dengan menggunakan
metode video diary.
“Metode video diary ini merupakan metode yang dapat membantu peserta
mengenali pengalaman hidupnya selama ini untuk kemudian disikapi secara
bebas dan diolah menjadi alat advokasi personal maupun kelompok.
Diharapkan video ini dapat membantu masyarakat luas belajar mendengarkan
dan memahami suara dan cara pandang para pekerja anak tentang pekerjaan
dan kehidupan mereka selama ini,” kata Dian Herdiany, Ketua YKH.
Pelatihan bagi para pekerja anak ini diawali dengan upaya
mengidentifikasi persoalan yang dapat diangkat menjadi kisah. Didampingi
para mentor, berbagai metode penggalian masalah dilakukan, seperti role
play, diskusi kelompok serta riset visual dan non-visual. Diakui Agung
Sentausa, salah seorang mentor untuk audio visual, bukan merupakan hal
yang mudah bagi para pekerja anak ini untuk menceritakan perasaan dan
pendapat mereka. “Mereka tidak biasa bercerita atau mengeskpresikan
perasaan mereka, mengingat kerasnya dunia kerja yang harus mereka
jalani.”
Pelatihan kemudian dilanjutkan dengan pengembangan cerita, pengenalan
terhadap alat rekam audio visual dan proses produksi (penggambilan
gambar dan narasi cerita), yang juga melibatkan orangtua, tempat kerja
dan komunitas sekitar dalam menyuarakan kisah para pekerja anak ini.
“Para peserta tidak hanya diperkenalkan para proses pembuatan film
secara teknis, namun mereka juga diberi bekal untuk mengenali potensi
diri dan peluang yang ada di masyarakat sekitar, tempat mereka tinggal
dan bekerja,” Dian menambahkan.
Kendati dilakukan pelatihan dan proses pembuatan video diary ini harus
dilakukan di sela-sela waktu luang saat jam kerja mereka usai, semangat
dan antusiasme para peserta sangat tinggi. “Yang mengagumkan para
peserta selalu mempunyai energi dan antusiasme yang besar selama
pelatihan. Meski baru saja selesai bekerja, mereka tetap bersemangat,”
tegas Ririen Juandhi, Koordinator Proyek, yang juga turut mendampingi
para peserta di Jakarta dan Sukabumi.
Selain video diary, suara dan aspirasi para pekerja anak ini pun
didokumentasi ke dalam sebuah situs interaktif dan sebuah video belakang
layar yang melengkapi bentuk-bentuk program kampanye yang dilakukan ILO
bersama YKH dalam menyuarakan suara para pekerja anak dan meningkatkan
kepedulian semua pihak terkait, termasuk masyarakat luas dan media
massa, terhadap permasalahan ini.
Setelah peluncuran, sejumlah rangkaian kegiatan akan dilakukan di
Yogyakarta dan Makassar, yang menjadi kota tujuan pemutaran dan diskusi
selanjutnya dan melibatkan para pekerja anak yang memproduksi film ini.
Sinopsis Video Diary:
Aku, Masa Depanmu Indonesia!
Terdapat enam video diary dengan total durasi 60 menit yang dihasilkan
para pekerja anak, yaitu:
“Mimpi PRTA”
Sutradara: Ima, Tika, lia and Pitri
Imah (17), Tika (15), Pitri (16) dan Lia (16) adalah pekerja rumah
tangga di Kranji, Bekasi. Mereka putus sekolah di usia yang sangat dini.
Ini bukanlah pekerjaan mudah untuk anak-anak seusia mereka. Protes
kepada orang tua bukanlah pilihan. Teman menjadi tempat curhat yang
paling nyaman. Melalui film, mereka ingin berbagi cita-cita dan mimpi
mereka. (*)
“(S)URIP DI JALANAN”
Sutradara: Urip, Deden, Atun, Jenal, Romi, Tomi
“(S)urip di Jalanan” adalah tentang Urip (14), ‘freelancer’ di jalanan
ibukota. Sebagai freelance, Urip bisa mengerjakan apa saja: memarkir,
minta-minta, memasang stiker pamflet, topeng monyet, dan terakhir adalah
bajilo (bajing loncat) yang sudah ia tinggalkan beberapa tahun yang
lalu. "Gak berani lagi bajinglo, temen udah ada yang meninggal... ntar
kalau Urip meninggal, mama siapa yang ngurusin?” kata Urip. (*)
“ASSALA ASSIKOLA” (YANG PENTING SEKOLAH)
Sutradara: Fitri, Andini, Indah, Riska
Assala Assikola adalah cerita Fitri, Andini, Indah dan beberapa teman
mantan pemulung di TPA Antang, Makassar. Ketika mereka mulai beranjak
dewasa, orang tua melarang mereka untuk memulung. Mereka hanya diijinkan
untuk sekolah. Tapi ada sesuatu yang mengancam mereka putus sekolah
untuk kemudian menikah di bawah umur. (*)
“YABO” (MEMULUNG)
Sutradara: Anjas, Taufik dan teman-teman
Yabo atau memulung. Banyak anak laki-laki di Antang memulung setiap hari
di TPA Antang. Bagi mereka, memulung adalah pekerjaan yang menyenangkan
dan seru. Selain menghasilkan uang, mereka juga bisa bermain sambil
bekerja. Seringkali mereka bolos sekolah dan memilih untuk mulung, bukan
karena mereka benci sekolah, tapi ada sesuatu yang terjadi di
sekolah... (*)
“TERLALU LELAH”
Sutradara: Erna, Imam dan teman-teman
Memanipulasi umur atau meminjam ijazah orang lain bukanlah rahasia untuk
Erna dan teman-temannya yang bekerja di pabrik garmen. Kehilangan waktu
untuk bergaul, sekolah dan bermain adalah risiko bekerja di usia yang
terlalu dini. Semuanya demi keluarga, untuk membahagiakan mereka.
“DEAR PARENTS”
Sutradara: Putri, Riri, Icha, Kiki, Ipang dan Opi
Ada banyak sekali cerita di dalamnya, semoga kalian bisa melihatnya.
Tidak mudah menjadi kami; menjalani pekerjaan kami, mendapatkan uang,
menjadi bahagia sekaligus menjadi tulang punggung bagi keluarga dan
saudara. Semoga kalian memahaminya.